Kamis, 01 Maret 2012

CERPEN


K A D O
Oleh Nirmala Inka PA
“Selamat ulang tahun vi!”
Vivi meringis. Minggu pagi ini memang hari ulang tahunnya. Beberapa temannya sudah mengucapkan selamat lewat telepon ataupun sms. Juga todongan traktiran yang menyusul kemudian.
          Tadinya ia pikir ratih lupa hari bersejarahnya ini. Vivi memang tidak mengadakan pesta. Uang tabungannya sudah ia bongkar 3 bulan lalu untuk ia sumbangkan pada saudara setanah air di Aceh dan Sumut Yang dilanda musibah gempa tsunami itu. Simpanan terakhir pun ia bongkar ketika terjadi musibah lagi di Nias.
          Nyatanya, ratih masih mengingatnya.
          “selamat ulang tahun, semoga panjang umur,” Ratih menyodorkan bungkusan berkover kertas kado warna-warni pelangi. “ini kado untukmu, semoga kamu menyukainya”.
          Vivi menerimanya dengan haru, kado pertama yang diterima dihari ultah keenambelasnya ini. Gadis manis berlesung pipit itu membukanya, kemudian mengeluarkan isinya yang ternyata berupa sebuah kaos berwarna merah. Lalu ia membentangkanya sambil mencermati kado pemberian ratih itu.
          Ada gambar kartun besar tercetak timbul. Bahan kaosnya tidak begitu bagus. Lagi pula, merek yang tercetak dibagian atas punggung itu bukan merek terkenal. Hanya menyerupai sebuah merek terkenal yang menjadi favoritnya. Merek tiruan yang jelas tidak bisa dipertanggung jawabkan kualitasnya.
          Ekspresi muka vivi berubah
          “Jelek ya?” kata ratih menyadari perubahan raut sahabatnya itu. Vivi menggeleng gugup.
          “Eh…enggak, nggak. Bagus kok, makasih ya?” ujarnya sembari mengulas senyum. Kaos pemberian ratih itu ia lipat kembali. Tapi sungguh, vivi tak bisa membayangkan bagaimana jeleknya kaos itu membungkus tubuhnya.
          Maski di depan ratih ia pura-pura menyukainya, namun malamnya gadis itu berpikir keras mau diapakan kado pemberian ratih itu. Kalau Cuma disimpan, bagaimana kalau sahabatnya itu menanyakan kenapa ia tak pernah memakainya?
          Masalahnya, ia memang tidak menyukai kaos yang menurutnya norak itu. Sementara mata ratih berbinar ketika memberinya kado seolah ia telah memberikan sesuatu yang hebat untuk ultah sahabatnya.
Ketika malam harinya, rara sepupu vivi main kerumah. Timbul ide untuk memberikan kaos itu padanya. Ia pikir, rara pasti senang dengan pemberiannya. Anak pamannya itu memang menerimanya dengan senang hati,
Kemudian keesokan harinya, vivi mengarang cerita untuk ratih.
          “Semalam rara, sepupuku datang, dia minta traktiran ulang tahun karena biasanya memang begitu. Tapi kamu tau sendiri kan? Aku lagi bokek. Terus dia melihat kaos dari kamu itu dan diminta. Yah…. Meski berat, aku kasihkan juga. Soalnya aku gag tega. Dia jarang-jarang beli baju, “ceritanya,
“Kamu gag marah kan tih?”
Ratih mengangguk dengan senyum tulus,”nggak..nggak papa kok..”.
“tapi bener aku makasih banget atas perhatian kamu” tambah vivi dengan kelegaan.
“ kamu tuh vi, kayak aku siapa aja. Nggak usah berlebihan deh makasihnya, aku bisa ngasih sesuatu di ultahmu juga sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.”
Memang selama ini ratih tidak pernah memberinya kado. Vivi sendiri tidak menuntut sahabatnya itu memberi kado diultahnya. Ia paham benar bagaimana kondisi keuangan keluarga ratih. Ayahnya Cuma seorang pegawai negeri golongan rendah. Ibunya hanya beberapa kali seminggu menjadi buruh cuci dirumah tetangganya yang kaya.
Vivi telah lega karena ia tak harus memakai kaos yang tak disukainya itu tanpa perlu membuat ratih sakit hati..!
          Ratih baru saja mengantar ayu beli buku. Kemudian ayu mentraktirnya dikafe depan deretan toko dikomplek plasa nusa indah ini. Ia tengah meneguk jus alpokat. Ketika ia mendengar suara dari belakangnya….
          “Nih.. kaos yang kemarin dikasih sepupuku itu, sebenernya aku gag suka, tapi, gimana lagi. Nggak enak kalau nolak. Nanti dikiranya aku sok gimnaaa gitu.. tau sendiri kan? Pakdhe ku yang selama ini membantu keuangan keluargaku.”
          “Sepupumu si vivi itu?”
          “He’eh..”
Ratih menoleh, dimeja belakangnya, tiga orang gadis yang baru saja masuk dan duduk membelakanginya. Ia mengenali salh seorangnya sebagai sepupu vivi yang bernama rara meski baru beberapa kali bertemu.
          “Jelek begini, mana gambarnya norak lagi, Eh.. merek bajakan juga..”
Komentar teman rara.
          “Masak anak orng kaya belinya merek bajakan sih? Teman satunya menimpali.
          “Katanya ini kado dari sahabatnya,” jelas rara. “Dia sengaja ngasihkan ke aku bier punya alasan kenapa gag mau memakainya.”
          “Norak bener selara sahabat sepupumu itu .”
Telinga ratih memerah.
          “Paling juga sekali dua kali aku pakai biar vivi lihat, terus aku museumkan.”
Ratih menandaskan minumannya cepat-cepat. Dadanya berdentum tak menentu. Ada luapan magma yang hendak membuncah yang sedapat mungkin ia tahan.Ayu tak tahu apa yang terjadi, ia tak bertanya apapun ketika ratih mengajaknya segera pulang. Di rumahnya, ratih langsung masuk kamar. Ia menangis diam-diam. Dadanya terasa sakit. Ia merasa telah dibohongi oleh sahabatnya sendiri. Ternyata rara tidak meminta kaos itu, vivi sengaja membuangnya karena gadis itu tak suka dengan kado pemberiannya.!
Ratih sakit hati, ketika esok harinya bertemu vivi, gadis itu hanya diam. Bahkan ketika vivi mencandainya seperti biasa, ratih memasang tampang dingin. Ia bener-benar tak bisa menerima perlakuan vivi.
          Awalnya vivi tak paham dengan tingkah aneh gadis itu, biasanya ratih tetap riang meski sedang datang bulan. Vivi tahu jadwal menstruasi sahabatnya itu. Baru setelah beberapa hari, sikap ratih tetap dingin padanya. Gadis itu berusaha mencari tahu apa yang salah.
          “Malsalah kado, begitu cerita ratih” lapor ayu yang memang diminta tolong vivi untuk mencari tahu karena ratih benar-benar tak mau bicara lagi padanya. Vivi tercengung. Ia ingat kado dari ratih diultahnya tempo hari.
          “Katanya, kamu tak menghargai pemberiannya.”
Vivi memandang ayu, “Kaos itu…..?”
“Jelek kan..?”
Vivi bergeming, “D iminta sepupuku…”
Ayu menggeleng. “ rara gag minta, dia juga gag suka memakai kaos itu yang katanya jelek lah.. norak lah.. bajakan lah..”
Mata vivi menyambar, “ Ratih tahu kalau….”
“Tahu, kebetulan pas rara membicarakan kaos itu bareng temen-temennya, kami berada dikafe yang sama, bahkan dimeja yang berdekatan.” Vivi diam, rasa bersalah mendera batinnya. Vivi tahu mira pasti telah berusaha menyisihkan uang sakunya untuk membelikan kado itu. Sahabatnya itu pasti juga telah berusaha memilih yng terbaik yang bisa dibelinya. Dan pilihan warna merah. Bukankah itu warna kesukaannya? Dan ratih mengingatnya.
Lagi pula ketika teman-temanya yang lain hanya mengucapkan selamat ultah dan diekori dengan todongan permintaan traktiran, ratih sama sekali tidak meminta apapun, bahkan memberinya kado!
          “aku mesti bagaimana yul..?”
Ratih melangkah memasuki ruang kelas dengan kepala menunduk agar tidak bertatapan dengan mata vivi. Sudah beberapa hari ini ia pindah duduk disebelah ayu yang biasanya duduk sendirian sejak kepindahan teman duduknya sebulan yang lalu. Ketika hendak memasukkan tas bahunya kelaci, ia merasa sesuatu menahannya. Gadis itu menarik kembali tas bahunya dan memeriksa laci mejanya. Tangannya terulur, menemukan sebuah kotak kardus. Ada selembar kertas menempel diatasnya.
          Tak ada momen bersejarah hari ini
          Tapi setiap hari adalah bersejarah bersamamu
          Karena persahabatan kita membuat tiap hari istimewa
          Maukah memaafkanku?
Ratih membuka tutup kotak. Menemukan foto vivi dengan tampang yang dibuat sejelek mungkin. Sama jeleknya kaos merah bergambar kartun besar brtulisan Anak Gaul itu. Ia tak bisa menahan senyumnya, Gadis itu mengangkat muka. Menemukan perbuatan vivi yang menyadarkannya bahwa disisi lain kesalahan sahabatnya, ia banyak memberi arti dalam kehidupan ratih.
          Ah, sebenarnya ratih juga sudah kangen becanda dengan vivi lagi..
NB:
Sorry buat vivi,rara,ratih,dan ayu…
Namanya aku pinjam dulu untuk cerpen ini..hehe:D

0 komentar:

Posting Komentar