K A D O
Oleh
Nirmala Inka PA
“Selamat ulang tahun vi!”
Vivi meringis. Minggu pagi ini memang hari ulang tahunnya.
Beberapa temannya sudah mengucapkan selamat lewat telepon ataupun sms. Juga
todongan traktiran yang menyusul kemudian.
Tadinya
ia pikir ratih lupa hari bersejarahnya ini. Vivi memang tidak mengadakan pesta.
Uang tabungannya sudah ia bongkar 3 bulan lalu untuk ia sumbangkan pada saudara
setanah air di Aceh dan Sumut Yang dilanda musibah gempa tsunami itu. Simpanan
terakhir pun ia bongkar ketika terjadi musibah lagi di Nias.
Nyatanya,
ratih masih mengingatnya.
“selamat
ulang tahun, semoga panjang umur,” Ratih menyodorkan bungkusan berkover kertas
kado warna-warni pelangi. “ini kado untukmu, semoga kamu menyukainya”.
Vivi
menerimanya dengan haru, kado pertama yang diterima dihari ultah keenambelasnya
ini. Gadis manis berlesung pipit itu membukanya, kemudian mengeluarkan isinya
yang ternyata berupa sebuah kaos berwarna merah. Lalu ia membentangkanya sambil
mencermati kado pemberian ratih itu.
Ada
gambar kartun besar tercetak timbul. Bahan kaosnya tidak begitu bagus. Lagi
pula, merek yang tercetak dibagian atas punggung itu bukan merek terkenal.
Hanya menyerupai sebuah merek terkenal yang menjadi favoritnya. Merek tiruan
yang jelas tidak bisa dipertanggung jawabkan kualitasnya.
Ekspresi
muka vivi berubah
“Jelek
ya?” kata ratih menyadari perubahan raut sahabatnya itu. Vivi menggeleng gugup.
“Eh…enggak,
nggak. Bagus kok, makasih ya?” ujarnya sembari mengulas senyum. Kaos pemberian
ratih itu ia lipat kembali. Tapi sungguh, vivi tak bisa membayangkan bagaimana
jeleknya kaos itu membungkus tubuhnya.
Maski
di depan ratih ia pura-pura menyukainya, namun malamnya gadis itu berpikir
keras mau diapakan kado pemberian ratih itu. Kalau Cuma disimpan, bagaimana
kalau sahabatnya itu menanyakan kenapa ia tak pernah memakainya?
Masalahnya,
ia memang tidak menyukai kaos yang menurutnya norak itu. Sementara mata ratih
berbinar ketika memberinya kado seolah ia telah memberikan sesuatu yang hebat
untuk ultah sahabatnya.
Ketika malam harinya, rara sepupu vivi main
kerumah. Timbul ide untuk memberikan kaos itu padanya. Ia pikir, rara pasti
senang dengan pemberiannya. Anak pamannya itu memang menerimanya dengan senang
hati,
Kemudian keesokan harinya, vivi mengarang cerita
untuk ratih.
“Semalam
rara, sepupuku datang, dia minta traktiran ulang tahun karena biasanya memang
begitu. Tapi kamu tau sendiri kan? Aku lagi bokek. Terus dia melihat kaos dari
kamu itu dan diminta. Yah…. Meski berat, aku kasihkan juga. Soalnya aku gag
tega. Dia jarang-jarang beli baju, “ceritanya,
“Kamu gag marah kan tih?”
Ratih mengangguk dengan senyum tulus,”nggak..nggak
papa kok..”.
“tapi bener aku makasih
banget atas perhatian kamu” tambah vivi dengan kelegaan.
“ kamu tuh vi, kayak aku
siapa aja. Nggak usah berlebihan deh makasihnya, aku bisa ngasih sesuatu di
ultahmu juga sudah menjadi kebahagiaan tersendiri.”
Memang selama ini ratih tidak pernah memberinya
kado. Vivi sendiri tidak menuntut sahabatnya itu memberi kado diultahnya. Ia
paham benar bagaimana kondisi keuangan keluarga ratih. Ayahnya Cuma seorang
pegawai negeri golongan rendah. Ibunya hanya beberapa kali seminggu menjadi
buruh cuci dirumah tetangganya yang kaya.
Vivi telah lega karena ia
tak harus memakai kaos yang tak disukainya itu tanpa perlu membuat ratih sakit
hati..!
Ratih
baru saja mengantar ayu beli buku. Kemudian ayu mentraktirnya dikafe depan
deretan toko dikomplek plasa nusa indah ini. Ia tengah meneguk jus alpokat.
Ketika ia mendengar suara dari belakangnya….
“Nih..
kaos yang kemarin dikasih sepupuku itu, sebenernya aku gag suka, tapi, gimana
lagi. Nggak enak kalau nolak. Nanti dikiranya aku sok gimnaaa gitu.. tau
sendiri kan? Pakdhe ku yang selama ini membantu keuangan keluargaku.”
“Sepupumu
si vivi itu?”
“He’eh..”
Ratih menoleh, dimeja belakangnya, tiga orang
gadis yang baru saja masuk dan duduk membelakanginya. Ia mengenali salh
seorangnya sebagai sepupu vivi yang bernama rara meski baru beberapa kali
bertemu.
“Jelek
begini, mana gambarnya norak lagi, Eh.. merek bajakan juga..”
Komentar teman rara.
“Masak
anak orng kaya belinya merek bajakan sih? Teman satunya menimpali.
“Katanya
ini kado dari sahabatnya,” jelas rara. “Dia sengaja ngasihkan ke aku bier punya
alasan kenapa gag mau memakainya.”
“Norak
bener selara sahabat sepupumu itu .”
Telinga ratih memerah.
“Paling
juga sekali dua kali aku pakai biar vivi lihat, terus aku museumkan.”
Ratih menandaskan minumannya cepat-cepat. Dadanya
berdentum tak menentu. Ada luapan magma yang hendak membuncah yang sedapat
mungkin ia tahan.Ayu tak tahu apa yang terjadi, ia tak bertanya apapun ketika
ratih mengajaknya segera pulang. Di rumahnya, ratih langsung masuk kamar. Ia
menangis diam-diam. Dadanya terasa sakit. Ia merasa telah dibohongi oleh
sahabatnya sendiri. Ternyata rara tidak meminta kaos itu, vivi sengaja
membuangnya karena gadis itu tak suka dengan kado pemberiannya.!
Ratih sakit hati, ketika esok harinya bertemu
vivi, gadis itu hanya diam. Bahkan ketika vivi mencandainya seperti biasa,
ratih memasang tampang dingin. Ia bener-benar tak bisa menerima perlakuan vivi.
Awalnya
vivi tak paham dengan tingkah aneh gadis itu, biasanya ratih tetap riang meski
sedang datang bulan. Vivi tahu jadwal menstruasi sahabatnya itu. Baru setelah
beberapa hari, sikap ratih tetap dingin padanya. Gadis itu berusaha mencari
tahu apa yang salah.
“Malsalah
kado, begitu cerita ratih” lapor ayu yang memang diminta tolong vivi untuk
mencari tahu karena ratih benar-benar tak mau bicara lagi padanya. Vivi
tercengung. Ia ingat kado dari ratih diultahnya tempo hari.
“Katanya,
kamu tak menghargai pemberiannya.”
Vivi memandang ayu, “Kaos itu…..?”
“Jelek kan..?”
Vivi bergeming, “D iminta sepupuku…”
Ayu menggeleng. “ rara gag minta, dia juga gag
suka memakai kaos itu yang katanya jelek lah.. norak lah.. bajakan lah..”
Mata vivi menyambar, “ Ratih tahu kalau….”
“Tahu, kebetulan pas rara membicarakan kaos itu
bareng temen-temennya, kami berada dikafe yang sama, bahkan dimeja yang
berdekatan.” Vivi diam, rasa bersalah mendera batinnya. Vivi tahu mira pasti
telah berusaha menyisihkan uang sakunya untuk membelikan kado itu. Sahabatnya
itu pasti juga telah berusaha memilih yng terbaik yang bisa dibelinya. Dan
pilihan warna merah. Bukankah itu warna kesukaannya? Dan ratih mengingatnya.
Lagi pula ketika teman-temanya yang lain hanya
mengucapkan selamat ultah dan diekori dengan todongan permintaan traktiran,
ratih sama sekali tidak meminta apapun, bahkan memberinya kado!
“aku mesti bagaimana yul..?”
Ratih melangkah memasuki
ruang kelas dengan kepala menunduk agar tidak bertatapan dengan mata vivi.
Sudah beberapa hari ini ia pindah duduk disebelah ayu yang biasanya duduk
sendirian sejak kepindahan teman duduknya sebulan yang lalu. Ketika hendak
memasukkan tas bahunya kelaci, ia merasa sesuatu menahannya. Gadis itu menarik
kembali tas bahunya dan memeriksa laci mejanya. Tangannya terulur, menemukan
sebuah kotak kardus. Ada selembar kertas menempel diatasnya.
Tak ada momen bersejarah hari ini
Tapi setiap hari adalah bersejarah
bersamamu
Karena persahabatan kita membuat tiap
hari istimewa
Maukah memaafkanku?
Ratih membuka tutup kotak. Menemukan foto vivi
dengan tampang yang dibuat sejelek mungkin. Sama jeleknya kaos merah bergambar
kartun besar brtulisan Anak Gaul
itu. Ia tak bisa menahan senyumnya, Gadis itu mengangkat muka. Menemukan
perbuatan vivi yang menyadarkannya bahwa disisi lain kesalahan sahabatnya, ia
banyak memberi arti dalam kehidupan ratih.
Ah, sebenarnya ratih juga sudah kangen becanda dengan vivi lagi..
NB:
Sorry buat
vivi,rara,ratih,dan ayu…
Namanya aku pinjam dulu
untuk cerpen ini..hehe:D
0 komentar:
Posting Komentar